Merek skincare asing yang menggunakan ekstrak herbal, essential oil, atau formula vegan perlu memahami bahwa Indonesia menganggap produk tersebut sebagai kosmetik biasa menurut hukum — bukan obat tradisional.
Setiap produk kosmetik (termasuk yang “natural” atau berbasis tanaman) harus mendapatkan persetujuan dari BPOM sebelum dijual.
Dalam praktiknya, hal ini berarti Anda harus memperoleh Nomor Izin Edar (NIE) melalui sistem notifikasi daring BPOM.
Prosesnya melibatkan mitra lokal Indonesia dan pengajuan berbagai dokumen seperti:
- Nomor Induk Berusaha (NIB)
- Formula produk
- Desain kemasan
- Hasil uji keamanan
- Informasi label
Importir juga harus melengkapi dokumen khusus. Misalnya, produk dari luar ASEAN wajib menyertakan Certificate of Free Sale dan sertifikat GMP luar negeri.
Registrasi BPOM untuk Kosmetik Impor
Berdasarkan peraturan Indonesia, semua produk kosmetik — baik lokal maupun impor — wajib mendapat izin BPOM sebelum dipasarkan.
Peraturan ini secara eksplisit menyebutkan bahwa “setiap produk kosmetik yang beredar di Indonesia harus melalui proses notifikasi dan memperoleh Izin Edar dari BPOM.”
Artinya, Anda tidak dapat menjual face oil berbasis tanaman atau moisturizer vegan di Indonesia tanpa nomor BPOM pada labelnya.
Merek asing harus bekerja sama dengan distributor lokal atau Notification Applicant yang memiliki akun resmi di BPOM. Importir wajib menyerahkan dokumen seperti:
- Surat Penunjukan Agen dan Surat Kuasa (Agency Appointment Letter & Authorization Letter)
- Certificate of Free Sale (untuk produk non-ASEAN)
- Sertifikat GMP dari produsen luar negeri
BPOM kemudian akan meninjau product dossier. Jika semua lengkap dan sesuai, BPOM akan mengeluarkan Nomor Izin Edar (NIE BPOM) yang berlaku selama tiga tahun.
Setiap varian produk (misalnya ukuran atau warna berbeda) dianggap sebagai produk terpisah.
Proses registrasi biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung kelengkapan dokumen — jadi sebaiknya dimulai lebih awal.
Langkah-langkah utama kepatuhan:
- Daftarkan perusahaan Anda di portal BPOM Notifkos dan verifikasi data.
- Siapkan dokumen produk (komposisi, hasil uji keamanan, desain label, dll.).
- Unggah dokumen importir (NIB, izin usaha, free sale, GMP).
- Bayar biaya notifikasi (lebih tinggi untuk impor non-ASEAN).
- Tunggu BPOM melakukan peninjauan dan menerbitkan NIE (izin edar).
Ketidakpatuhan memiliki risiko nyata — BPOM secara rutin menyita kosmetik tanpa izin edar (terutama impor ilegal yang dijual online) karena dianggap berbahaya.
Mendapatkan izin BPOM tidak hanya memastikan legalitas, tapi juga menegaskan bahwa produk Anda aman dan dipercaya konsumen Indonesia.
Bahan Berbasis Tanaman: Data Keamanan dan Klaim
Meskipun produk Anda “herbal” atau “vegan,” BPOM memperlakukan semua bahan tersebut seperti bahan kosmetik biasa.
Jika formula Anda menggunakan ekstrak tanaman atau essential oil baru yang belum tercantum dalam database bahan kosmetik BPOM, maka Anda wajib menyertakan data keamanan tambahan.
BPOM memiliki pedoman khusus untuk menilai bahan baku tumbuhan (Pedoman Penilaian Keamanan Bahan Baku Tumbuhan untuk Kosmetika).
Artinya, Anda harus mengajukan data toksikologi atau efikasi dari bahan herbal tersebut.
(Dalam rancangan aturan terbaru, semua bahan berbasis tumbuhan harus memenuhi kriteria penilaian keamanan ini sebelum disetujui.)
Untuk bahan herbal umum seperti aloe vera, green tea, atau chamomile, sistem NOTIFKOS BPOM sudah mencantumkannya sebagai bahan yang diizinkan.
Jika Anda menggunakan ekstrak alami standar dan bisa menunjukkan hasil uji keamanan (iritasi, stabilitas, dll.), maka produk Anda dapat didaftarkan melalui proses notifikasi reguler.
Namun, Anda tidak boleh membuat klaim medis seperti “mengobati jerawat” atau “menyembuhkan eksim.”
Jika Anda ingin mengklaim manfaat semacam itu, produk harus didaftarkan sebagai obat tradisional (Obat Herbal) di bawah regulasi BPOM yang berbeda.
Gunakan klaim kecantikan seperti brightening, moisturizing, atau soothing agar tetap dikategorikan sebagai kosmetik.
Intinya, kosmetik berbasis tanaman tidak memiliki pengecualian khusus.
Semua produk tetap wajib melalui registrasi BPOM dan melampirkan dokumentasi keamanan.
Jika Anda menonjolkan klaim botanikal unik, pastikan disertai data pendukung dan konsentrasi bahan yang aman.
Sertifikasi Halal Wajib
Indonesia memiliki populasi mayoritas Muslim, dan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU No.33/2014) ditegakkan secara ketat.
Aturan ini diperbarui melalui PP No.42 Tahun 2024, yang menetapkan bahwa seluruh kosmetik wajib bersertifikat halal mulai 17 Oktober 2026.
Artinya, produk kecantikan berbasis tumbuhan yang ingin dijual di Indonesia harus memiliki sertifikat halal dari BPJPH/MUI sebelum tenggat tersebut.
Setelah tanggal itu, tidak ada produk kosmetik yang boleh beredar tanpa sertifikat halal.
Menurut BPJPH, meskipun batas waktu masih tahun 2026, banyak merek sudah mulai mendaftarkan produknya lebih awal.
Hingga pertengahan 2025, lebih dari 7.500 produk kosmetik impor telah memiliki logo halal MUI.
Label halal bukan hanya legalitas, tapi juga meningkatkan kepercayaan konsumen.
Penting dicatat: Anda tidak boleh menggunakan logo “halal” di kemasan sebelum sertifikat resmi diterbitkan.
Peraturan BPOM No.18 Tahun 2024 menegaskan bahwa logo halal hanya boleh dicantumkan setelah ada sertifikasi resmi.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda segera menjalin kerja sama dengan LPPOM MUI untuk audit bahan dan proses produksi.
Poin Penting Sertifikasi Halal:
- Wajib halal per 17 Oktober 2026.
- Dilarang mencantumkan klaim “halal” sebelum sertifikat BPJPH/MUI terbit.
- Banyak konsumen Muslim lebih memilih produk berlabel halal, sehingga sertifikasi bisa menjadi keunggulan kompetitif.
Panduan Label dan Klaim
Indonesia memiliki aturan ketat mengenai label dan klaim kosmetik.
Semua label produk harus dalam bahasa Indonesia dan mengikuti format BPOM (Peraturan BPOM No.18/2024).
Label wajib memuat:
- Daftar bahan (nama INCI)
- Isi bersih
- Petunjuk penggunaan
- Informasi produsen/distributor
- Nomor BPOM
Selain itu, kini diwajibkan kode 2D (barcode) di kemasan untuk membantu BPOM melacak produk, meskipun ini tidak spesifik untuk merek berbasis tanaman.
Jika Anda ingin menggunakan klaim seperti “organic,” “natural,” atau “vegan,” berhati-hatilah — hukum Indonesia belum mengakui kategori sertifikasi tersebut untuk kosmetik.
Anda boleh menggunakan istilah seperti plant-derived atau dermatologically tested, tapi semua klaim harus dapat dibuktikan.
Sebagai contoh, jika Anda mencantumkan klaim “vegan,” otoritas akan meminta bukti bahwa produk tidak mengandung bahan dari hewan.
Sebaiknya Anda memiliki hasil uji laboratorium independen yang menunjukkan “no animal components,” dan menyimpannya untuk keperluan audit.
Anda juga tidak boleh membuat klaim medis yang tidak terbukti.
Istilah “herbal” atau “natural” masih diperbolehkan jika sesuai bahan, namun hindari kesan bahwa produk dapat “menyembuhkan” atau “mengobati.”
Jika klaim melewati batas, produk dapat diklasifikasikan ulang sebagai obat tradisional.
Kesimpulannya: Gunakan label secara konservatif.
Ikuti panduan BPOM, siapkan bukti untuk setiap klaim seperti “vegan,” dan jangan gunakan logo halal sebelum sertifikasi resmi diterbitkan.
Apa Arti Semua Ini untuk Merek Asing
Bagi merek kosmetik berbasis tanaman yang ingin masuk pasar Indonesia: rencanakan sejak dini.
Pastikan Anda memiliki agen/distributor lokal dengan NIB yang valid.
Kumpulkan semua dokumen — formula, sertifikat pemasok, dokumen Free Sale, sertifikat GMP, dan dokumen keamanan bahan.
Daftarkan produk melalui portal BPOM Notifkos, dan lakukan notifikasi per produk.
Bersamaan dengan itu, jika Anda ingin menargetkan konsumen Muslim (pasar terbesar di Indonesia), segera mulai proses sertifikasi halal MUI, termasuk pengumpulan data bahan dan proses produksi.
Kesimpulan
Ya — kosmetik alami atau vegan impor wajib terdaftar di BPOM agar dapat dijual di Indonesia.
Dan berdasarkan undang-undang, setiap produk harus bersertifikat halal paling lambat Oktober 2026.
Memenuhi kedua persyaratan ini adalah kunci sukses memasuki pasar Indonesia secara legal dan berkelanjutan.