💼 1. Prinsip Dasar Kehalalan Alat Kesehatan
Dalam konteks industri global, jaminan kehalalan produk kesehatan, khususnya alat kesehatan (Alkes), telah menjadi perhatian utama, terutama di negara dengan mayoritas Muslim seperti Indonesia. Penerapan Halal bukan lagi sekadar pilihan, tetapi sebuah kewajiban etika dan regulasi. Industri Alkes wajib memperhatikan kehalalan bahan baku dan seluruh prosesnya, mulai dari tahap penyiapan bahan mentah, proses produksi, hingga distribusi akhir, guna menjamin produk yang dihasilkan sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam.
Untuk mencapai standar ini, produsen Alkes harus mengimplementasikan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) secara menyeluruh. SJPH berfungsi sebagai kerangka kerja sistematis yang memastikan semua tahapan produksi Alkes, dari bahan mentah hingga produk jadi, terbebas dari bahan non-halal dan najis.
Bahan Baku Kritis: Dalam proses ini, terdapat kategori Bahan Baku Kritis yang harus diwaspadai kehalalannya, termasuk bahan yang berasal dari tubuh hewan seperti rambut, bulu, kuku, dan tanduk dari hewan halal (selain babi dan anjing).
🧾 2. Isu Kontaminasi dan Penggunaan Bahan Turunan Hewan
Risiko Kontaminasi (Najis): Isu krusial lain yang dihadapi industri Alkes adalah potensi Kontaminasi (Najis). Kontaminasi dapat terjadi pada berbagai tahapan kritis, seperti saat proses produksi, pencucian, hingga sterilisasi, yang semuanya harus dikontrol ketat untuk menjaga kehalalan produk.
Lebih lanjut, penggunaan Bahan Turunan Hewan juga menjadi tantangan besar. Beberapa Alat Kesehatan vital, seperti katup jantung buatan, tabung vaskular, dan prostesis vaskular, secara tradisional sering menggunakan bahan yang berpotensi berasal dari hewan non-halal, khususnya babi dan anjing.
Penggunaan unsur-unsur ini dalam Alkes memerlukan perhatian dan substitusi khusus. Selain itu, Alkohol/Etanol yang digunakan sebagai pelarut, pencuci, atau media sterilisasi juga harus dipertimbangkan. Kehalalan etanol sangat bergantung pada sumbernya, yang memicu pembahasan lebih lanjut di tingkat regulasi.
🛑 3. Regulasi Halal dan Inovasi Alat Kesehatan
Menurut Fatwa MUI No. 11 Tahun 2009, penggunaan etanol dan najis (seperti babi dan turunannya) dalam produksi Alkes perlu diperhatikan. Namun, etanol haram dan najis jika berasal dari industri minuman beralkohol (khamr), tetapi dapat digunakan jika berasal dari industri non-khamr (misalnya dari fermentasi singkong, jagung, dll.) yang secara teknis dan syariah dapat dipertanggungjawabkan.
“Dorongan regulasi ini memicu gelombang Inovasi Halal di sektor Alkes. Industri didorong untuk beralih menggunakan bahan baku alternatif yang halal-friendly, seperti biopolimer dan hasil rekayasa bioteknologi.”
💡 Contoh Inovasi Produk
- ✅ Benang Bedah: Bahan benang dapat dimodifikasi menggunakan proses spinning, polimerisasi, dan grafting (pencangkokan) untuk menghindari penggunaan bahan non-halal dan tetap mempertahankan kualitas medis.
- ✅ Lensa Kontak: Material lama digantikan oleh polimer yang terbukti aman dan halal, seperti Poly(lactic acid) (PLA) atau Poly(methyl methacrylate) (PMMA), yang menjadi alternatif yang lebih terjamin kehalalannya bagi konsumen.
🚀 4. Regulasi dan Implementasi Sertifikasi Halal
Pemerintah mewajibkan sertifikasi halal bagi alat kesehatan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 dan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Penerapan Halal ini mencerminkan tekad pemerintah untuk merealisasikan visi transformasi industri alat kesehatan menuju ekosistem produksi yang halal dan berdaya saing global.
Jadwal Kewajiban Sertifikasi:
| Kategori Risiko | Tenggat Sertifikasi |
|---|---|
| Risiko Rendah (R) | 17 Oktober 2027 |
| Risiko Sedang (RS) | 17 Oktober 2029 |
| Risiko Tinggi (RT) | 17 Oktober 2030 |
| Alkes Masa Pakai Panjang | 17 Oktober 2039 (untuk alat dengan masa pakai sangat panjang) |
Catatan Penting: Jika Alkes memiliki masa pakai yang sangat panjang, kewajiban dapat mundur hingga 17 Oktober 2039.
🏢 5. Kebijakan Mendorong Transformasi Industri Alkes
Pemerintah berkomitmen untuk mendorong industri Alkes agar tidak lagi bergantung pada bahan baku non-halal.
Dukungan Pemerintah
Pemerintah mendukung industri melalui penguatan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) di Indonesia, serta mendorong inovasi untuk pengembangan bahan/produk yang halal.
Tujuan Akhir: Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan alat kesehatan yang digunakan masyarakat terjamin kehalalan, keamanan, dan mutunya, sekaligus meningkatkan daya saing global produk Indonesia.
Refleksi Kami
Transformasi menuju alat kesehatan halal merepresentasikan lebih dari sekadar kepatuhan regulasi — ini mewujudkan komitmen terhadap manufaktur yang etis, kepercayaan konsumen, dan inovasi. Dengan menerapkan standar halal, industri alat kesehatan Indonesia memposisikan diri sebagai pemimpin dalam memproduksi produk kesehatan yang melayani keunggulan medis dan nilai-nilai keagamaan.
Butuh Panduan untuk Sertifikasi Alat Kesehatan Halal?
Hubungi kami untuk konsultasi ahli mengenai kepatuhan halal, proses sertifikasi, dan persyaratan regulasi alat kesehatan di Indonesia.






